Oleh: Dra. Djamilah Sudjana, M.Si (Kepala SMAN 1 Kota Tangerang Selatan)
Nabi Muhammad SAW merupakan sosok pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah figur pemimpin paling dihormati oleh banyak manusia. Kepemimpinan beliau sudah banyak diapresiasi dan diakui bahkan oleh para tokoh dan sarjana non Muslim.
Mahatma Gandhi menyatakan, “Saya merasa lebih dari yakin bahwa pedang bukanlah cara yang ditempuh Nabi Islam untuk mendapatkan tempat di hati manusia, melainkan ia datang dari kesederhanaan, kejujuran, tekad, keberanian, dan keyakinannya kepada Tuhan dalam menjalankan tugasnya. Sifat-sifat pada diri Nabi itulah yang membuka jalan dan menyingkirkan segala rintangan, dan sekali lagi bukan pedang.
Dalam menjalankan kepemimpinannya, Nabi SAW selalu mengedepankan akhlak mulia. Hal ini diakui oleh Husain bin Ali sebagai cucu Nabi SAW. Bahwa Nabi adalah pribadi yang menyenangkan, santai dan terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapa pun, lemah lembut dan sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pernah mencela, tidak pernah menuntut dan menggerutu, tidak mengulur waktu dan tidak tergesa-gesa.
Nabi SAW mengedepankan keteladanan (uswah hasanah) dalam memimpin.
Nabi Muhammad SAW sangat tegas dalam masalah penegakan hukum. Tidak pernah menetapkan suatu hukum dengan rasa belas kasihan, pilih kasih, atau tebang pilih. Tidak memihak kepada siapa pun, baik pada pejabat pemerintahan, sahabat, masyarakat kecil maupun anggota keluarganya sendiri, termasuk anaknya. alah sosok pemimpin yang mengedepankan kebersamaan. .
Kesuksesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memimpin, selain karena dukungan wahyu Allah, didukung juga oleh empat karakter/sifat utama beliau, yaitu:
- Shiddiq (Jujur)
Kejujuran adalah sikap utama yang selalu dipegang Rasulullah dalam memimpin. Beliau dikenal luas oleh masyarakat Arab kala itu sebagai sosok yang sangat jujur dan jauh dari dusta.
Kejujuran ini pula yang semestinya tertanam dalam diri setiap pemimpin. Pemimpin yang jujur tidak akan membohongi rakyat dan jauh dari pencitraan. Ia akan jujur kepada dirinya sendiri maupun kepada rakyat. Sebab pemimpin yang jujur memahami, bahwa kejujuran akan membawa kebaikan dalam segala hal.
- Amanah (Dapat Dipercaya)
Amanah yang artinya mampu menjalankan sekaligus menjaga kepercayaan yang diembankan di pundak secara profesional. Sikap amanah ini sudah mengakar kuat pada diri Rasulullah semenjak beliau masih berusia sangat belia. Bahkan pada detik-detik terakhir hijrah dari Makkah menuju Madinah, Rasulullah masih berpesan kepada Ali ibnu Abi Thalib untuk mewakili beliau memulangkan kembali semua barang dan harta titipan warga Makkah.
Sifat amanah ini juga seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin di negeri ini. Pemimpin yang memiliki kredibilitas dan integritas yang tinggi, pemimpin yang amanah akan menyadari bahwa ia mengemban amanah untuk melayani kepentingan rakyat, bukan menjadi pelayan kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan partai, kepentingan pemilik modal, atau bahkan kepentingan asing. Ketidakjujuran, ingkar janji, dan kegagalan mengemban amanah adalah ciri orang munafik.
- Tabligh (Menyampaikan)
Tabligh yang berarti menyampaikan kebenaran dan berani mengungkap kebathilan. Kepemimpinan Rasulullah ditopang oleh sikap transparansi, keterbukaan, dan selalu menyuarakan kebenaran apa pun risikonya. Sehingga, tak dapat dihindari, sikap terang-terangan beliau dalam menyampaikan kebenaran ini mengundang kemarahan para pemuka kafir Quraisy.
Seorang pemimpin harus memiliki sifat tabligh ini. Selain berani menyuarakan kebenaran dan berani dinilai secara kritis oleh rakyat, pemimpin yang tabligh tidak akan bisa dibeli dengan kekuatan apa pun. Ia tegas dalam pendirian dan tegar dalam prinsip membela kebenaran.
- Fathonah (Cerdas)
Fathanah yang artinya cerdas. Kecerdasan dan kemampuan menguasai persoalan sekaligus mengatasi masalah mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberikan arahan, menentukan kebijakan, dan mengambil keputusan selalu mendasarkan pandangan beliau pada ilmu. Seorang pemimpin harus cerdas dan berilmu. Dari pemimpin yang cerdas dan berilmu akan lahir kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Bukan kebijakan yang merugikan dan menyengsarakan rakyat banyak.
Jadi, kekuatan akhlak inilah yang menjadi pondasi dalam kepemimpinan Nabi SAW. Dan, Akhlak Nabi adalah Alquran. Allah SWT menegaskan, ”Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS al-Qalam [68]: 4). Ketika Aisyah RA ditanya tentang akhlak Nabi SAW, ia menjawab bahwa akhlak Nabi adalah Alquran (HR Muslim).
Semoga orang-orang yang mengemban amanah sebagai pemimpin, dimana saja, dalam skala besar maupun skala kecil, dapat meneladani akhlak kepemimpinan Rasulullah SAW.[***]
Komentar tentang post ini